MANGUPURA, NusaBali.com - Industri farmasi nasional mengalami pertumbuhan menggembirakan. Bahkan data pada 2021 menunjukkan angka pertumbuhan mencapai 10,81 persen. "Kami merasa gembira karena industri farmasi tumbuh 10,81 persen selama tahun 2021, tentu berkat kerja sama pelaku farmasi dengan pemerintah. Kami berharap kerja sama terus berjalan agar bisa terus tumbuh lebih baik," kata Ketua Umum Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia (GPFI) F Tirto Kusnadi di sela-sela Musyawarah Nasional (Munas) XVI GPFI di Nusa Dua, Kamis (24/3/2022).
Nilai total yang dicatatkan industri farmasi nasional pada 2021 mencapai kisaran Rp 90-95 triliun. Pertumbuhan sebesar 10,81 persen itu memperhatikan indikator penjualan yang dihitung lembaga yang kredibel. “Pertumbuhan industri farmasi di tahun 2021 terjadi karena di tahun sebelumnya pelaku industri farmasi belum mengetahui apa yang harus dilakukan saat menghadapi Covid-19,” kata Tirto.
Ketika pandemi Covid-19 melanda di tahun 2020, industri farmasi diakui tidak tahu apa yang harus dilakukan. Namun memasuki tahun 2021, kesehatan menjadi kebutuhan utama masyarakat sehingga industri farmasi pun merespons dengan baik. Bahkan industri berbagai alat kesehatan diakui mengalami peningkatan pesat. Tirto Kusnadi mengungkapkan,pihaknya yakin kondisi tersebut akan terus meningkat pada tahun 2022 seiring terus meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga kesehatan. "Sekarang orang lebih terdidik dan lebih tahu dalam menjaga kesehatan. Covid-19 ini ada sisi positifnya, di seluruh dunia mengubah kebiasaan orang-orang," ungkapnya.
Di sisi lain, ia menambahkan bahwa industri farmasi Indonesia masih mengalami tantangan terkait bahan baku obat-obatan. Obat-obatan memang diproduksi di dalam negeri, tapi bahan bakunya masih impor. "Farmasi produk dalam negeri sudah mampu industri nasional bahan baku masih impor, lalau pemerintah mau bekerjasama dengan kita dan sudah menuju ke sana saya yakin hulu sampai hilir bisa dikuasai nasional," ujar Tirto Kusnadi.
Sementara itu, Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Lucia Rizka Andalusia menjelaskan, di Indonesia memang sudah ada lebih dari 200 perusahaan yang bergerak di industri farmasi tapi bergerak di sektor pembuatan obat atau formulasi. Sedangkan bahan bakunya 90 persen masih diimpor. "Saat pandemi kita sempat mengalami kelangkaan obat karena embargo (bahan baku) obat, transportasi juga tidak dapat dilakukan," terang Rizka. Karena itu, menurutnya untuk mewujudkan ketahanan farmasi harus mengembangkan industri bahan baku obat, paling tidak untuk memenuhi 10 molekul yang paling banyak digunakan di Indonesia. Sehingga pada masa pandemi tidak mengalami masalah yang sama. Namun menurutnya untuk dapat membangun industri juga tidak mudah karena perlu feasibility bahan baku kimia dasar, yaitu bahan baku untuk membuat bahan baku obat. Itu yang harus diupayakan Kementerian Perindustrian. Selain itu, menurutnya bahan kimia dasar memiliki standar grade tertentu. "Ini juga yang jadi tantangan, bagaimana bahan baku yang diproduksi harus terserap industri formulasi karena untuk terserap ada syarat-syaratnya," kata Rizka.
Munas GPFI di Nusa Dua yang merupakan agenda lima tahunan, diawali dengan kegiatan penananam mangrove di kawasan Benoa, pada Selasa (22/3/2022). Sedangkan pada hari terakhir Jumat (25/3/2022) akan dilakukan pemilihan Ketua Umum GPFI.
Komentar (0)
There are no comments yet