JAKARTA (RIAUPOS.CO) - PELAKU industri mencermati perkembangan kondisi ekonomi global, khususnya yang terkait penguatan dolar Amerika Serikat (AS) dan melemahnya nilai tukar Rupiah. Hal itu menyusul suku bunga tinggi yang diterapkan oleh Federal Reserve (The Fed), bank sentral AS, yang berdampak kenaikan suku bunga di berbagai negara, termasuk Indonesia.
Ketua Umum Kadin Indonesia Arsjad Rasjid mengatakan, pelemahan nilai tukar Rupiah itu menimbulkan ancaman atas rantai pasok (supply chain). Di mana, hal itu dapat berujung pada melonjaknya biaya operasional perusahaan, seperti bahan baku, logistik, dan transportasi. ‘’Kondisi pelemahan nilai tukar juga dapat meningkatkan beban utang khususnya dalam dolar AS serta berpotensi dapat meningkatkan inflasi,” ujarnya di Jakarta, Senin (24/6).
Dia mengimbau pemangku kepentingan terkait untuk tetap mewaspadai dampak kenaikan nilai tukar. Khususnya. dalam rangka menjaga inflasi, daya saing pelaku usaha, sekaligus daya beli masyarakat. Kehati-hatian juga perlu diterapkan oleh pihak-pihak yang sangat bergantung pada nilai tukar, seperti importir dan pemegang utang dalam nominal dolar AS.
Menghadapi situasi ini, lanjut Arsjad, dunia usaha diharapkan dapat mengambil langkah antisipatif jangka pendek. “Seperti, melakukan kalkulasi ulang atas beban usaha dengan mengedepankan prinsip efisiensi, mencari bahan baku alternatif guna mengurangi ketergantungan atas impor, serta berhati-hati dalam merealisasikan keputusan berinvestasi atau mengembangkan usaha,” bebernya.
Sementara itu, Direktur PT Pyridam Farma Tbk Paulus Widjanarko menyatakan, pelemahan Rupiah berdampak terhadap industri farmasi. Mengingat, 95 persen bahan baku obat di Indonesia masih impor. Selama tidak ada hedging hampir semua pemain industri farmasi lokal kesulitan untuk mengonversi harga jual. “Kebanyakan kalau saat ini stoknya kosong. Tidak ada hedging pasti akan ada kesulitan. Tantangannya besar. Di Indonesia belum mandiri dalam produksi bahan baku obat,” ungkap Paulus.
Misalnya, garam farmasi yang masih impor. Begitu pula etanol sebagai bahan baku rata-rata didatangkan dari Cina. Paulus berharap pemerintah melakukan intervensi serta, negosiasi harga e-catalog agar terdapat penyesuaian. “Karena kita tidak mungkin dolar AS sudah Rp16.500, harga jual obat Rp15 ribu di e-catalog. Kami memohon agar Kementerian Kesehatan dalam pengadaan barang dan jasa itu cukup kooperatif berdiskusi dengan industri,’’ ucapnya.(agf/han/esi)
Komentar (0)
There are no comments yet