Berita

Jakarta – BPOM melaksanakan kegiatan Kolaborasi Sinergis BPOM-Industri Farmasi Obat dengan Garam Farmasi Nasional pada Senin (3/2/2025) di Auditorium lantai 8 Gedung Merah Putih Kantor BPOM. Kegiatan ini merupakan aksi tindak lanjut BPOM terhadap amanah Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan dan Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2016 tentang Percepatan Pengembangan Industri Farmasi dan Alat Kesehatan, yang harus didukung semua pihak untuk mengurangi ketergantungan pada impor obat dan meningkatkan ketahanan obat nasional.

Kemandirian di bidang farmasi dibangun melalui pengembangan dan penguatan tata kelola rantai pasok dari hulu ke hilir secara terintegrasi. Upaya ini tentu saja mengutamakan penggunaan dan pemenuhan bahan baku serta sediaan farmasi yang diproduksi di dalam negeri. Salah satunya adalah garam farmasi.

Forum hari ini dihadiri oleh 73 industri farmasi pengguna garam farmasi lokal, 4 produsen garam farmasi, serta 3 kementerian/lembaga, yaitu Kementerian Koordinator Bidang Pangan, Kementerian Perindustrian, termasuk BPOM. Mengangkat tema “BPOM Bergerak FAST (BPOM Beraksi Percepat Registrasi Perubahan Garam Lokal-Fix Aman, Standar Terjaga)”, kegiatan ini bertujuan merespons isu garam farmasi nasional yang telah menjadi perhatian, seiring kebijakan pemerintah untuk mereduksi impor garam secara cepat, dengan peran strategis BPOM memberikan percepatan perizinan obat yang menggunakan garam farmasi nasional.

Pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 126 Tahun 2022 tentang Percepatan Pembangunan Pergaraman Nasional sebagai landasan hukum peningkatan pemenuhan kebutuhan garam nasional. Salah satu jenis garam yang diatur adalah garam farmasi. Forum yang diadakan kali ini merupakan respons dan antisipasi BPOM terhadap dampak kebijakan tersebut, khususnya dalam upaya mendukung peningkatan kemandirian garam farmasi nasional.

Kepala BPOM Taruna Ikrar membuka langsung kegiatan ini. Taruna Ikrar menegaskan dalam sambutannya bahwa kemandirian di bidang farmasi adalah bagian penting dari strategi mewujudkan ketahanan kesehatan nasional. Kebutuhan garam di Indonesia sangat besar, yaitu 6,4 juta ton dengan penggunaan pada produk yang merupakan pengawasan BPOM, yaitu untuk obat, pangan, dan kosmetik sebesar 2,7 juta ton. “Dalam hal ini, pemerintah berkomitmen untuk mengurangi ketergantungan impor bahan baku dan produk farmasi, termasuk untuk penyediaan garam farmasi nasional,” ujar Taruna Ikrar. “Komitmen ini juga difokuskan untuk mendorong pengembangan industri farmasi dalam negeri agar mampu memenuhi kebutuhan pasar farmasi domestik,” lanjut Taruna Ikrar.

Percepatan pengembangan industri farmasi dalam negeri perlu dilakukan secara komprehensif. Tidak hanya berupa peningkatan kapasitas produksi, tetapi juga riset dan inovasi untuk menghasilkan produk aman, efektif, dan berkualitas. Taruna Ikrar mengingatkan kembali akan kekayaan sumber daya Indonesia yang melimpah. Tak hanya itu, Indonesia juga merupakan pangsa pasar besar yang menjadi modal dasar untuk kebangkitan industri farmasi dalam negeri. “Modal ini harus dikelola secara optimal dengan menerapkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Salah satu sumber daya potensial yang kita miliki sebagai negara kepulauan adalah garam,” tambahnya.

Garam farmasi dapat berfungsi sebagai zat aktif, antara lain untuk sediaan infus, tetes mata, dan oralit. Selain itu, juga dapat menjadi zat tambahan, antara lain sebagai pengatur tonisitas pada sediaan injeksi. Sebagai bahan baku farmasi, maka garam farmasi harus memenuhi kriteria pharmaceutical grade, yang artinya harus memenuhi syarat pengujian semua parameter yang ditetapkan dalam standar mutu Farmakope Indonesia. “BPOM telah mendukung dan melakukan asistensi regulatori terhadap produsen garam farmasi dalam negeri sehingga saat ini telah terdapat 2 produsen garam farmasi yang sudah memiliki sertifikat cara pembuatan obat yang baik (CPOB), yaitu PT Karya Daya Syafarmasi (PT KDS) dan PT Tudung Karya Daya Inovasi (PT TKDI),” tukas Taruna Ikrar lagi.

Selain 2 industri yang berlokasi di Jawa Barat dan Jawa Timur tersebut, masih terdapat 2 produsen garam farmasi yang juga berlokasi di Jawa Timur, yaitu PT Garam Dua Musim dan PT Unichem Candi Indonesia. Kedua industri ini sedang dalam proses sertifikasi CPOB. Diharapkan ke depannya industri garam farmasi nasional terus bertambah.  “BPOM siap memberikan pendampingan dan fasilitasi proses pengajuan sertifikasi CPOB,” jelas Taruna Ikrar.

Setelah pembukaan kegiatan, Deputi Bidang Pengawasan Obat, Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Zat Adiktif (Deputi 1) Rita Mahyona menyampaikan paparan tentang Peran Strategis BPOM dalam Percepatan Registrasi Variasi Sumber Garam Farmasi. Rita Mahyona menjelaskan bahwa sebagai upaya percepatan change source garam farmasi produksi dalam negeri, diperlukan pendampingan untuk pemenuhan mutu sesuai standar. Pemenuhan mutu merupakan persyaratan utama dalam rangka percepatan penerbitan izin edar/surat persetujuan perubahan produsen garam sebagai bahan baku obat. “Kewajiban menggunakan garam farmasi nasional mempengaruhi sediaan farmasi yang menggunakan garam sebagai bahan baku zat aktif atau zat tambahan untuk melakukan variasi sumber bahan baku,” tambah Rita Mahyona.

Selain itu, pada kegiatan ini turut hadir Deputi Bidang Koordinasi Sumber Daya Maritim, Kementerian Koordinator Bidang Pangan Dandy Satria Iswara. Menurutnya, dalam hal penyediaan garam farmasi nasional, yang perlu diperhatikan adalah kualitas, kuantitas, dan harga bahan baku. “Ketiga unsur tersebut agar tidak berdampak luar biasa bagi industri farmasi. Jangan turunkan standar bahan baku garam, meskipun melakukan percepatan izin perubahan source garam,” tuturnya.

Pada kesempatan ini, dilaksanakan  juga penandatanganan komitmen “Jaminan Khasiat Keamanan dan Mutu Perubahan Garam Lokal Fix Aman Standar Terjaga”. Penandatanganan dilakukan oleh Kepala BPOM Taruna Ikrar, Ketua Umum Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia F. Tirto Koesnadi, dan Ketua Umum Asosiasi Biofarmasi dan Bahan Baku Obat FX Sudirman.

Melalui forum ini, BPOM berupaya untuk melakukan pendampingan dan asistensi regulatori kepada industri farmasi dalam pemenuhan mutu dan percepatan proses registrasi variasi change source bahan baku lokal. BPOM menargetkan untuk menyelesaikan 282  perizinan dalam waktu dua bulan, diawali dengan aksi nyata desk registrasi  obat selama 2 hari pada tanggal 3 dan 4 Februari 2025. Selain itu, forum ini juga menjadi wadah dalam menyatukan persepsi, diskusi mengenai berbagai permasalahan dan tantangan, sekaligus memberikan solusi yang dihadapi oleh industri farmasi dalam rangka pemenuhan mutu dan percepatan registrasi obat.

BPOM akan terus menguatkan perannya dalam pengawasan dan regulasi untuk mendukung kemandirian bahan baku farmasi, khususnya garam farmasi. Dengan penguatan pengawasan serta kolaborasi BPOM dengan industri farmasi, kita membangun ekosistem kemandirian dan keberlanjutan garam farmasi nasional untuk mendukung ketahanan kesehatan menuju Indonesia Emas 2045. (HM-Rasyad)

Share:
Komentar (0)

There are no comments yet

Tinggalkan komentar di sini!