Berita

Jakarta - Kepala BPOM Taruna Ikrar menyerahkan izin edar untuk 2 produk baru terapi kanker di Indonesia, yaitu Etapidi dan Brukinsa pada Selasa (10/12/2024). Etapidi dan Brukinsa merupakan produk obat inovatif yang dikembangkan oleh PT Etana Biotechnologies Indonesia (Etana) dan pengembang pengobatan onkologi BeiGene untuk perawatan terapi kanker, khususnya kanker paru dan kanker esofagus. Surat persetujuan izin edar produk Etapidi dan Brukinsa diterima langsung oleh Presiden Direktur Etana Nathan Tirtana.

Etapidi mengandung zat aktif Tislelizumab, yang merupakan antibodi varian IgG4 (humanized monoclonal antibody immunoglobulin subclass 4). Produk ini telah disetujui di Indonesia pada 26 November 2024 dengan nomor izin edar (NIE) DKI2468600149A1 dan dapat dijadikan sebagai alternatif tambahan untuk terapi non-small cell lung cancer dan esophageal squamous cell carcinoma (ESCC). Etapidi tersedia dalam bentuk larutan konsentrat untuk infus dengan kemasan vial (100 mg/vial). 

Sedangkan Brukinsa mengandung zat aktif Zanubrutinib, yang merupakan jenis penghambat molekul kecil Bruton Tyrosine Kinase (BTK)-protein yang berperan penting dalam pertumbuhan dan pertahanan sel kanker. Produk ini telah disetujui di Indonesia pada 20 September 2024 dengan NIE DKI2468000201A1 dan dapat dijadikan sebagai alternatif tambahan untuk terapi mantle cell lymphoma (MCL) dan Waldenstrom’s macroglobulinemia (WM). Etapidi tersedia dalam bentuk sediaan kapsul dengan kandungan zat aktif Zanubrutinib 80 mg/kapsul.

Etapidi dan Brukinsa dikembangkan dengan tujuan memberikan kesempatan kepada seluruh masyarakat Indonesia untuk dapat mengakses obat kanker yang berkualitas dan murah. “Pemberian izin edar ini merupakan milestone yang besar bagi kami. Dari dulu kami ingin menghadirkan obat inovatif berkualitas tinggi tapi murah,” ujar Nathan Tirtana. Ia menjelaskan misi Etana sederhana, yaitu semua rakyat Indonesia, termasuk kalangan menengah ke bawah, bisa mendapatkan pengobatan berkualitas dengan teknologi terbaik.

Nathan juga menyampaikan terima kasih atas dukungan seluruh pihak yang berperan dalam pengembangan kedua produk obat ini. “Ini semua [dapat terwujud] atas dukungan BPOM, Kementerian Kesehatan, asosiasi dokter-dokter kanker [Perhimpunan Onkologi Indonesia] yang berusaha menyediakan pengobatan terbaik untuk rakyat Indonesia,” lanjut Nathan.

Dengan terbitnya izin edar untuk 2 obat kanker ini, diharapkan dapat mengatasi keterbatasan akses pada obat inovatif di Indonesia. Terutama sebagai terapi untuk penyakit kanker, yang saat ini masih menjadi salah satu penyakit penyebab kematian dengan angka yang terbilang besar di Indonesia. Direktur Produksi dan Distribusi Kefarmasian Kementerian Kesehatan Dita Novianti Sugandi Argadiredja menyebut bahwa 10 juta kematian di Indonesia disebabkan karena kanker. 

“Indonesia mengalami keterbatasan akses pada obat inovatif, hanya 9% (45 obat) dari 460 obat inovatif yang sudah di-approve dan ada di Indonesia Jika bicara soal obat kanker, kita masih perlu akses untuk terapi inovasi [pengobatan kanker], tidak hanya dari sisi ketersediaan tapi juga affordability-nya [terjangkau],” tuturnya.

Dalam sambutannya, Kepala BPOM Taruna Ikrar juga menggarisbawahi bahwa kanker bukan hanya menjadi keprihatinan di Indonesia, namun juga dunia. “Time Magazine bahkan khusus membahas tentang kanker 8 tahun lalu. Ini menunjukkan betapa ilmuwan dan dokter masuk di fase frustasi dalam mengatasi kanker,” tukas Taruna Ikrar. 

Ia menjelaskan bahwa segala upaya dilakukan untuk mengupayakan terapi kanker, mulai dari tingkat molekul, in vitro, dan terapi klinis. Ini disebabkan kanker sangat berbeda dengan penyakit lainnya karena memiliki reseptor dan antigen yang dapat berbeda-beda jumlah dan jenisnya antar pasien.

“Karena itu, BPOM berusaha mempercepat akses masyarakat Indonesia pada obat inovatif. Saat ini, obat inovatif baru mendapatkan izin edar setelah 300 hari kerja (1 tahun 6 bulan). Kami akan upayakan dipercepat menjadi 120 hari kerja,” papar Taruna Ikrar. Upaya yang direncanakan untuk memutus mata rantai lamanya waktu proses pengajuan izin edar tersebut, salah satunya dengan cara menambah jumlah anggota Tim Komite Nasional Penilai Obat.

“Dengan adanya kemudahan akses pada obat kanker, ini bisa mengurangi beban keuangan negara. Termasuk dengan pemberian izin edar 2 produk hari ini, diharapkan bisa mempercepat masyarakat untuk mengakses obat kanker yang berkualitas. Percepatan pemberian izin edar pada produk inovatif juga bisa meningkatkan daya saing antar industri dalam mengembangkan produk yang bermanfaat bagi masyarakat,” lanjut Taruna Ikrar. 

Dalam kegiatan ini, Kepala BPOM menyampaikan selamat atas pengembangan produk ini dan diharapkan produk ini sukses melayani sesuai kebutuhan rakyat Indonesia. Hal ini juga sebagai kontribusi bersama pada Asta Cita Pemerintah dengan memastikan keamanan dan keselamatan bangsa melalui produk farmasi dan pangan olahan yang berkualitas dan kompetitif.(HM-Khairul)

Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat

Share:
Komentar (0)

There are no comments yet

Tinggalkan komentar di sini!