TRIBUN-BALI.COM, MANGUPURA - Lima tahun sekali Gabungan Perusahaan (GP) Farmasi Indonesia menggelar Musyawarah Nasional (Munas) yang jatuh tahun 2021 baru dapat dilakukan pada Maret 2022, dan memilih Bali sebagai lokasi penyelenggaraan. "Munas ini seharusnya diselenggarakan maksimal pada Oktober 2021, tapi karena rasanya tidak memungkinkan saat itu dalam masa varian Delta dan Omicron," ujar Ketua Umum GP Farmasi Indonesia, F. Tirto Kusnadi dalam sambutannya. Ia menambahkan, selama 5 tahun kepengurusan kami GP Farmasi Indonesia betul-betul banyak mengalami kesulitan, namun dapat kami hadapi berkat kerjasama dengan pemerintah.
Munas ke-16 digelar 23-25 Maret di Merusaka Nusa Dua Hotel dan dibuka langsung oleh Ketua Umum GP Farmasi Indonesia juga dihadiri Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, Lucia Rizka Andalucia mewakili Menteri Kesehatan. Tirto Kusnadi menyampaikan pihaknya ingin sekali menekankan kerjasama anggota GP Farmasi dengan pemerintah melalui Kementerian Kesehatan, dan Badan POM menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat yaitu tersedianya obat cukup dan harga berangsur-angsur murah serta masyarakat mudah membelinya. Dan pada tahun 2021 sektor farmasi itu tumbuh atau meningkat sekitar 10,81 persen dengan nilai transaksi Rp 90 triliun hingga Rp 95 triliun baik itu penjualan produk farmasi sampai distribusi ke daerah. Tetapi nilai ini hanya baru sepersepuluh dari nilai transaksi makanan dan minuman melalui Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI).
Saat ini produk farmasi dalam negeri sudah 89 persen sudah mampu diproduksi industri farmasi nasional, tapi memang bahan bakunya masih impor. "Jadi kalau memang pemerintah berusaha bersama-sama dengan kita dan ini sedang dan sudah mulai menuju kesana. Saya pikir kalau itu sudah tercapai, Indonesia akan menjadi industri bahan baku," imbuh Tirto Kusnadi. Industri bahan baku itu artinya kita sudah ada bahan farmasi lalu diformulasi lebih bagus lagi, atau hulu dan hilir itu bisa dikuasai nasional. Perusahaan farmasi terbagi beberapa bagian, untuk industri ada 200 yang aktif, untuk pedagang besar farmasi atau PBF ada mencapai 600, apotek mencapai 14 ribu.
Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, Lucia Rizka Andalucia menyampaikan di Indonesia ada 240 sekian industri farmasi tapi masih formulasi. Permasalahannya kalau kita jadi industri farmasi formulasi manakala terjadi kelangkaan bahan baku, sehingga perlu mengembangkan bahan baku farmasi di Indonesia agar tidak tergantung. "Paling tidak kita bisa memiliki 10 molekul terbanyak yang digunakan obat-obatan esensial di Indonesia itu harus menjadi kemandirian di Indonesia, sehingga pada masa-masa pandemi atau masa yang sulit mendapatkan bahan baku kita tidak mengalaminya. Nah ini tantangan yang perlu kita hadapi," ungkap Lucia Rizka. Tapi untuk membangun industri bahan baku farmasi itu kita tidak sederhana karena harus melakukan visibility dari bahan kimia dasarnya. Jadi bahan baku untuk membuat obat itu ada bahan kimia dasar dan itu perlu diupayakan oleh Kementerian Perindustrian untuk memproduksi bahan baku tersebut, karena terdapat tingkatan gradenya.(*)
Komentar (0)
There are no comments yet